Kabar Gembira! Inflasi AS Mereda, Dolar Turun Tajam!

waktu baca 5 menit
Jumat, 17 Mei 2024 17:18 0 5 Bayu

Kabar Gembira! Inflasi AS Mereda, Dolar Turun Tajam!

Kabar Gembira! Inflasi AS Mereda, Dolar Turun Tajam!

Ligaponsel.com – Inflasi AS mulai terkendali, dolar kembali turun ke Rp15.920/US$. Hal ini tentu menjadi kabar baik bagi perekonomian Indonesia, karena nilai tukar rupiah yang menguat akan membuat harga-harga barang menjadi lebih murah.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan inflasi AS mulai terkendali. Pertama, harga minyak dunia yang mulai turun. Kedua, pemerintah AS yang mulai mengurangi stimulus fiskal. Ketiga, bank sentral AS (The Fed) yang mulai menaikkan suku bunga.

Meskipun inflasi AS sudah mulai terkendali, namun masih ada beberapa tantangan yang harus dihadapi. Salah satunya adalah perang dagang antara AS dan Tiongkok yang masih terus berlanjut. Perang dagang ini menyebabkan harga-harga barang menjadi lebih mahal, sehingga dapat memicu inflasi.

Selain itu, pandemi COVID-19 juga masih menjadi tantangan tersendiri. Pandemi ini menyebabkan gangguan pada rantai pasokan global, sehingga dapat memicu inflasi.

Meskipun demikian, Bank Indonesia (BI) yakin bahwa inflasi di Indonesia akan tetap terkendali pada tahun 2023. BI memperkirakan inflasi akan berada pada kisaran 3,0% hingga 4,0%, sesuai dengan target pemerintah.

Inflasi AS Mulai Terkendali, Dolar Kembali Turun ke Rp15.920/US$

Enam aspek penting yang perlu kamu tahu:

  • Harga minyak turun
  • Pemerintah AS kurangi stimulus
  • The Fed naikkan suku bunga
  • Perang dagang AS-Tiongkok
  • Pandemi COVID-19
  • BI yakin inflasi terkendali

Inflasi yang terkendali dan nilai tukar rupiah yang menguat merupakan kabar baik bagi perekonomian Indonesia. Harga barang akan lebih murah, dan daya beli masyarakat akan meningkat. Namun, masih ada tantangan yang harus dihadapi, seperti perang dagang dan pandemi COVID-19. BI yakin inflasi akan tetap terkendali pada tahun 2023, sesuai dengan target pemerintah.

Harga minyak turun

Harga minyak dunia yang mulai turun menjadi salah satu faktor utama inflasi AS mulai terkendali. Ketika harga minyak turun, biaya produksi dan transportasi barang menjadi lebih murah. Hal ini menyebabkan harga barang-barang juga ikut turun, sehingga inflasi dapat ditekan.

Sebagai contoh, pada tahun 2022 harga minyak sempat mencapai US$120 per barel. Namun, pada awal tahun 2023 harga minyak turun menjadi sekitar US$80 per barel. Penurunan harga minyak ini berdampak positif pada inflasi AS, yang mulai menunjukkan tren penurunan.

Selain itu, harga minyak yang turun juga berdampak positif pada nilai tukar rupiah. Ketika harga minyak turun, permintaan terhadap dolar AS sebagai mata uang pembayaran minyak berkurang. Hal ini menyebabkan nilai tukar rupiah menguat terhadap dolar AS, yang pada akhirnya membuat harga-harga barang di Indonesia menjadi lebih murah.

Pemerintah AS kurangi stimulus

Pemerintah AS mulai mengurangi stimulus fiskal juga menjadi salah satu faktor inflasi AS mulai terkendali. Stimulus fiskal adalah kebijakan pemerintah untuk meningkatkan pengeluaran atau mengurangi pajak, dengan tujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

Namun, stimulus fiskal yang berlebihan dapat menyebabkan inflasi. Hal ini terjadi karena stimulus fiskal dapat meningkatkan permintaan barang dan jasa, sehingga menyebabkan harga-harga naik.

Oleh karena itu, pemerintah AS mulai mengurangi stimulus fiskal pada tahun 2022. Hal ini dilakukan dengan cara mengurangi pengeluaran dan menaikkan pajak. Pengurangan stimulus fiskal ini membantu menurunkan permintaan barang dan jasa, sehingga inflasi dapat ditekan.

The Fed naikkan suku bunga

Selain mengurangi stimulus fiskal, The Fed juga menaikkan suku bunga untuk mengendalikan inflasi. Suku bunga adalah biaya yang dikenakan bank kepada nasabah yang meminjam uang. Ketika suku bunga naik, masyarakat dan dunia usaha akan lebih berhemat dalam membelanjakan uangnya. Hal ini menyebabkan permintaan barang dan jasa turun, sehingga inflasi dapat ditekan.

The Fed mulai menaikkan suku bunga pada bulan Maret 2022. Suku bunga acuan The Fed, yaitu suku bunga federal funds rate, sudah naik sebanyak 0,75% pada pertemuan The Fed pada bulan Maret, Mei, Juni, dan Juli 2022. Kenaikan suku bunga ini merupakan yang paling agresif sejak tahun 1994.

Kenaikan suku bunga oleh The Fed berdampak positif pada nilai tukar rupiah. Ketika suku bunga The Fed naik, investasi di Amerika Serikat menjadi lebih menarik. Hal ini menyebabkan permintaan terhadap dolar AS meningkat, sehingga nilai tukar rupiah menguat terhadap dolar AS.

Perang dagang AS-Tiongkok

Perang dagang antara AS dan Tiongkok juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi inflasi AS. Perang dagang menyebabkan harga-harga barang menjadi lebih mahal, karena kedua negara saling mengenakan tarif impor terhadap barang-barang yang diperdagangkan.

Kenaikan harga barang-barang akibat perang dagang ini berdampak pada inflasi AS. Inflasi AS meningkat karena masyarakat harus membayar lebih mahal untuk membeli barang-barang yang sama.

Selain itu, perang dagang juga berdampak negatif pada nilai tukar rupiah. Ketika perang dagang terjadi, permintaan terhadap barang-barang dari Tiongkok menurun. Hal ini menyebabkan nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar AS, karena permintaan terhadap dolar AS sebagai mata uang pembayaran barang-barang dari Tiongkok berkurang.

Pandemi COVID-19

Pandemi COVID-19 juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi inflasi AS. Pandemi ini menyebabkan gangguan pada rantai pasokan global, sehingga menyebabkan harga-harga barang menjadi lebih mahal.

Sebagai contoh, selama pandemi COVID-19 terjadi kelangkaan chip semikonduktor. Hal ini menyebabkan harga mobil dan elektronik menjadi lebih mahal. Selain itu, pandemi COVID-19 juga menyebabkan biaya transportasi menjadi lebih mahal, karena berkurangnya kapasitas penerbangan dan pelayaran.

Kenaikan harga barang-barang akibat pandemi COVID-19 ini berdampak pada inflasi AS. Inflasi AS meningkat karena masyarakat harus membayar lebih mahal untuk membeli barang-barang yang sama.

BI yakin inflasi terkendali

Bank Indonesia (BI) yakin inflasi di Indonesia akan tetap terkendali pada tahun 2023. BI memperkirakan inflasi akan berada pada kisaran 3,0% hingga 4,0%, sesuai dengan target pemerintah.

Keyakinan BI ini didasarkan pada beberapa faktor, antara lain:

  • Inflasi AS yang mulai terkendali.
  • Nilai tukar rupiah yang menguat.
  • Stabilitas harga pangan.
  • Kebijakan pemerintah yang terarah.