Ligaponsel.com – Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menilai revisi Undang-Undang (UU) MK mengancam posisi dua hakim konstitusi, yakni Saldi Isra dan Enny Nurbaningsih.
Menurut Mahfud, revisi UU MK yang mengatur perpanjangan masa jabatan hakim konstitusi dari lima tahun menjadi 15 tahun berpotensi merugikan Saldi Isra dan Enny Nurbaningsih. Pasalnya, masa jabatan keduanya akan berakhir pada 2023 dan 2024.
Dengan revisi UU MK, Saldi Isra dan Enny Nurbaningsih berpotensi kehilangan jabatannya sebelum masa jabatan mereka berakhir. Hal ini dikarenakan revisi UU MK mengatur bahwa hakim konstitusi yang telah menjabat selama 10 tahun atau lebih tidak dapat dipilih kembali.
Mahfud menilai revisi UU MK ini cacat hukum dan bertentangan dengan prinsip demokrasi. Ia pun mendesak pemerintah dan DPR untuk mengkaji ulang revisi UU MK tersebut.
Selain Mahfud MD, sejumlah pihak juga mengkritik revisi UU MK. Misalnya, mantan hakim konstitusi Hamdan Zoelva menilai revisi UU MK sebagai bentuk kemunduran demokrasi.
Revisi UU MK mendapat sorotan luas dari masyarakat. Banyak pihak yang menilai revisi UU MK sebagai upaya untuk melemahkan MK dan mengontrol lembaga peradilan.
Mantan Ketua MK: Revisi UU MK Ancam Posisi Hakim Saldi Isra dan Enny Nurbaningsih
Revisi UU MK jadi sorotan, mengancam posisi dua hakim konstitusi, Saldi Isra dan Enny Nurbaningsih. Keenam aspek penting terkait revisi UU MK:
Perpanjangan masa jabatan: Dari 5 tahun menjadi 15 tahun. Potensi kerugian Saldi Isra dan Enny Nurbaningsih: Masa jabatan berakhir sebelum revisi berlaku. Cacat hukum: Melanggar prinsip demokrasi. Kemunduran demokrasi: Melemahkan MK dan kontrol peradilan. Kritik luas masyarakat: Dianggap upaya melemahkan MK. Urgensi kajian ulang: Pemerintah dan DPR perlu mengkaji ulang revisi UU MK.
Revisi UU MK berdampak signifikan pada independensi MK dan kualitas demokrasi di Indonesia. Penting untuk memastikan revisi UU MK sesuai dengan prinsip-prinsip hukum dan demokrasi, serta tidak merugikan individu atau lembaga tertentu.