Fakta Mencengangkan: Perempuan Lebih Berisiko PTSD Ketimbang Pria

waktu baca 3 menit
Sabtu, 11 Mei 2024 22:34 0 20 Kinara

Fakta Mencengangkan: Perempuan Lebih Berisiko PTSD Ketimbang Pria

Ligaponsel.com – Trauma setelah mengalami peristiwa mengerikan, seperti bencana alam, kecelakaan, atau kekerasan, dapat menyebabkan gangguan stres pasca-trauma (PTSD). PTSD lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk perbedaan biologis dan pengalaman hidup.

Wanita memiliki kadar hormon stres yang lebih tinggi daripada pria, yang dapat membuat mereka lebih rentan terhadap PTSD. Selain itu, wanita juga lebih mungkin mengalami peristiwa traumatis, seperti kekerasan seksual atau pelecehan. Peristiwa-peristiwa ini dapat meningkatkan risiko PTSD secara signifikan.

Penting untuk diingat bahwa PTSD dapat memengaruhi siapa saja, tanpa memandang jenis kelamin. Jika Anda merasa mengalami gejala PTSD, penting untuk mencari bantuan profesional. Perawatan dapat membantu Anda mengatasi gejala dan menjalani kehidupan yang memuaskan.

Wanita Lebih Rentan Terkena Ptsd Dibandingkan Pria

Wanita lebih rentan terkena PTSD karena beberapa faktor, antara lain:

  • Biologis: kadar hormon stres lebih tinggi
  • Pengalaman hidup: lebih mungkin mengalami peristiwa traumatis
  • Psikologis: lebih cenderung mengungkap emosi
  • Sosial: stigma dan diskriminasi yang lebih besar
  • Kultural: ekspektasi gender yang berbeda

Faktor-faktor ini saling terkait dan dapat meningkatkan risiko PTSD pada wanita. Penting untuk meningkatkan kesadaran tentang masalah ini dan menyediakan dukungan bagi perempuan yang terkena dampak PTSD.

Biologis: kadar hormon stres lebih tinggi

Tahukah kamu kenapa perempuan lebih rentan kena PTSD? Salah satu alasannya adalah kadar hormon stres yang lebih tinggi. Hormon stres ini bikin perempuan lebih peka terhadap situasi yang mengancam.

Jadi, kalau perempuan mengalami peristiwa traumatis, kadar hormon stresnya bisa melonjak tinggi. Akibatnya, mereka lebih berisiko mengalami gejala-gejala PTSD, seperti mimpi buruk, kilas balik, dan rasa cemas yang berlebihan.

Pengalaman hidup: lebih mungkin mengalami peristiwa traumatis

Perempuan juga lebih mungkin mengalami peristiwa traumatis, seperti kekerasan seksual atau pelecehan. Peristiwa-peristiwa ini bisa sangat mengguncang dan dapat meningkatkan risiko PTSD secara signifikan.

Salah satu alasannya adalah karena perempuan seringkali menjadi sasaran kekerasan. Hal ini bisa disebabkan oleh faktor-faktor seperti ketidaksetaraan gender, stereotip gender, dan norma sosial yang merugikan perempuan.

Akibatnya, perempuan lebih mungkin mengalami peristiwa traumatis yang dapat memicu PTSD, seperti pemerkosaan, pelecehan seksual, atau kekerasan dalam rumah tangga.

Psikologis: lebih cenderung mengungkap emosi

Kalau perempuan ngalamin peristiwa traumatis, mereka cenderung lebih terbuka ngungkapin emosinya. Hal ini bisa bikin mereka lebih rentan kena PTSD.

Soalnya, ketika perempuan ngungkapin emosi, mereka jadi lebih sadar dan fokus sama peristiwa traumatis yang dialaminya. Akibatnya, mereka jadi lebih susah buat ngelupain dan move on dari peristiwa tersebut.

Sosial: stigma dan diskriminasi yang lebih besar

Perempuan yang mengalami PTSD juga menghadapi stigma dan diskriminasi yang lebih besar dibandingkan laki-laki. Hal ini dapat membuat mereka enggan mencari bantuan atau mengungkapkan perasaan mereka, yang dapat memperburuk gejala PTSD.

Stigma dan diskriminasi ini dapat berasal dari berbagai sumber, termasuk keluarga, teman, rekan kerja, dan bahkan petugas kesehatan. Perempuan yang mengalami PTSD mungkin dianggap lemah, tidak stabil, atau bahkan gila. Mereka mungkin juga menghadapi pelecehan atau kekerasan karena gejala PTSD mereka.

Kultural: ekspektasi gender yang berbeda

Budaya juga berperan dalam perbedaan tingkat PTSD antara perempuan dan laki-laki. Di banyak budaya, perempuan diharapkan untuk menjadi lebih pasif, penurut, dan emosional dibandingkan laki-laki. Ekspektasi ini dapat membuat perempuan lebih sulit untuk mengungkapkan atau mengatasi trauma mereka.

Selain itu, perempuan mungkin juga menghadapi tekanan dari keluarga atau komunitas untuk “move on” atau “melupakan” trauma yang mereka alami. Hal ini dapat membuat mereka merasa terisolasi dan tidak didukung, yang dapat memperburuk gejala PTSD.