Nikah Dini? Awas Gangguan Psikologis Mengintai!

waktu baca 3 menit
Sabtu, 11 Mei 2024 06:30 0 26 Kinara

Nikah Dini? Awas Gangguan Psikologis Mengintai!

Ligaponsel.com – Remaja yang menikah di bawah usia 18 tahun berisiko lebih tinggi mengalami gangguan psikologis.

Pernikahan dini dapat berdampak negatif pada kesehatan mental remaja karena mereka mungkin belum siap secara emosional atau psikologis untuk menghadapi tanggung jawab pernikahan. Mereka mungkin juga mengalami kesulitan menyesuaikan diri dengan peran baru mereka sebagai pasangan dan orang tua, yang dapat menyebabkan stres, kecemasan, dan depresi.

Selain itu, remaja yang menikah dini juga berisiko lebih tinggi mengalami kekerasan dalam rumah tangga dan pelecehan seksual. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa mereka mungkin lebih bergantung pada pasangannya secara finansial dan emosional, sehingga lebih sulit bagi mereka untuk meninggalkan hubungan yang penuh kekerasan.

Jika Anda adalah seorang remaja yang sedang mempertimbangkan untuk menikah, penting untuk menyadari risiko-risiko ini dan berbicara dengan orang dewasa yang tepercaya tentang keputusan Anda. Anda juga harus mencari konseling atau terapi untuk membantu Anda mempersiapkan pernikahan dan mengatasi tantangan yang mungkin Anda hadapi.

Belum Usia 18 Tahun Sudah Menikah Awas Rentan Gangguan Psikologi

Nikah dini bisa ganggu kesehatan mental remaja. Ini 5 alasannya:

  1. Belum siap mental
  2. Sulit adaptasi peran
  3. Rentan kekerasan
  4. Rentan pelecehan seksual
  5. Tergantung pasangan

Jadi, pikirkan baik-baik sebelum menikah di bawah usia 18 tahun ya!

Belum siap mental

Nikah itu bukan cuma soal cinta-cintaan doang. Ada banyak tanggung jawab yang harus dipikul, mulai dari masalah keuangan, rumah tangga, sampai ngurus anak. Nah, kalau kamu belum siap mental buat ngejalanin semua itu, mending jangan buru-buru nikah deh. Soalnya, nikah dini bisa bikin kamu stres, cemas, bahkan depresi.

Sulit adaptasi peran

Menikah itu artinya kamu punya peran baru sebagai suami atau istri. Peran ini berbeda banget sama peran kamu sebagai anak. Sebagai suami atau istri, kamu punya tanggung jawab yang lebih besar, seperti ngurus rumah tangga, cari nafkah, dan ngurus anak. Nah, kalau kamu belum siap buat ngejalanin peran ini, bisa-bisa kamu stres dan depresi.

Contohnya, seorang remaja putri yang menikah di usia 16 tahun. Dia belum pernah ngurus rumah tangga sebelumnya, jadi dia kesulitan buat ngatur keuangan, masak, dan bersih-bersih rumah. Hal ini bikin dia stres dan sering bertengkar sama suaminya.

Rentan kekerasan

Remaja yang menikah dini juga lebih rentan mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya:

  • Mereka mungkin belum memiliki kekuatan fisik atau emosional untuk melawan pasangannya.
  • Mereka mungkin bergantung pada pasangannya secara finansial, sehingga sulit bagi mereka untuk meninggalkan hubungan yang penuh kekerasan.
  • Mereka mungkin takut akan stigma atau malu jika melaporkan kekerasan yang mereka alami.

Contohnya, seorang remaja putri yang menikah di usia 17 tahun sering dipukuli oleh suaminya. Dia tidak berani melaporkan kekerasan tersebut karena takut suaminya akan semakin marah dan dia tidak punya tempat lain untuk pergi.

Rentan pelecehan seksual

Remaja yang menikah dini juga lebih rentan mengalami pelecehan seksual. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya:

  • Mereka mungkin belum memiliki kematangan seksual dan tidak dapat memberikan persetujuan yang sah untuk aktivitas seksual.
  • Mereka mungkin takut atau malu untuk melaporkan pelecehan yang mereka alami.
  • Mereka mungkin bergantung pada pasangannya secara finansial, sehingga sulit bagi mereka untuk meninggalkan hubungan yang penuh kekerasan.

Contohnya, seorang remaja putri yang menikah di usia 16 tahun sering dipaksa berhubungan seksual oleh suaminya. Dia tidak berani melaporkan pelecehan tersebut karena takut suaminya akan semakin marah dan dia tidak punya tempat lain untuk pergi.

Tergantung pasangan

Remaja yang menikah dini juga lebih bergantung pada pasangannya secara finansial dan emosional. Hal ini dapat membuat mereka lebih sulit untuk meninggalkan hubungan yang penuh kekerasan atau pelecehan.

Contohnya, seorang remaja putri yang menikah di usia 17 tahun tidak memiliki pekerjaan dan bergantung pada suaminya untuk memenuhi kebutuhan finansialnya. Hal ini membuatnya sulit baginya untuk meninggalkan suaminya, meskipun dia sering mengalami kekerasan.