Ligaponsel.com – Lirik Lagu Bukan dengan Dia, Mawar Jongh ft. Jaz: Sebuah kolaborasi apik yang menyentuh hati, lagu “Bukan dengan Dia” mempertemukan vokal merdu Mawar de Jongh dengan kepiawaian Jaz dalam merangkai nada. Liriknya yang penuh makna mengisahkan tentang cinta yang bertepuk sebelah tangan, sebuah tema yang dekat dengan banyak orang.
Lagu ini bukan hanya sekadar deretan kata, tetapi juga cerminan dari perasaan terpendam yang sulit diungkapkan. Kegalauan, harapan, dan keikhlasan tertuang apik dalam setiap baitnya, menciptakan harmoni yang menyentuh hati pendengarnya.
Siap untuk menyelami lebih dalam makna lagu “Bukan dengan Dia”? Mari kita telaah lebih lanjut liriknya, merasakan emosi yang tersirat, dan memahami pesan yang ingin disampaikan oleh Mawar de Jongh dan Jaz melalui kolaborasi apik mereka.
Lirik Lagu Bukan dengan Dia, Mawar Jongh ft. Jaz
Menyelami makna di balik lirik lagu “Bukan dengan Dia” ibarat membuka peti harta karun perasaan. Setiap kata adalah permata yang berkilau, merangkai kisah cinta yang menggetarkan jiwa.
Siap terhanyut dalam melodi sendu yang dibawakan Mawar de Jongh dan Jaz? Mari kita simak tujuh aspek penting yang tersirat dalam lirik lagu ini:
- Kerinduan: Menggebu, namun terpendam.
- Harapan: Semu, namun tetap ada.
- Keikhlasan: Pahit, namun membebaskan.
- Penerimaan: Sulit, namun mendewasakan.
- Kehilangan: Menyayat, namun tak terelakkan.
- Kenangan: Manis, namun menyakitkan.
- Waktu: Penyembuh, namun tak terhentikan.
Aspek-aspek ini berpadu dalam lirik lagu, menciptakan gambaran utuh tentang dilema cinta yang rumit. Kerinduan yang mendalam berdampingan dengan harapan yang rapuh, sementara keikhlasan menjadi kunci untuk menerima kenyataan pahit. Kenangan manis masa lalu menjadi bayang-bayang yang terus menghantui, mengingatkan akan kehilangan yang tak terobati. Namun, waktu terus berjalan, membawa serta angin perubahan yang perlahan menyembuhkan luka hati.
Kerinduan: Menggebu, namun terpendam.
Bait-bait awal lagu “Bukan dengan Dia” seakan menjadi wadah luapan rasa rindu yang tak tersampaikan. Lirik seperti “Ku terjebak di antara ruang dan waktu, merindukanmu yang tak bisa ku temui” melukiskan dengan jelas betapa dalamnya jurang pemisah antara sang aku lirik dengan pujaan hati.
Kerinduan ini layaknya api dalam sekam, membara hebat namun tersembunyi di balik sikap tenang dan kata-kata yang tertahan. Ketidakmungkinan untuk bersama semakin menyuburkan rasa rindu, menjadikannya paradoks yang menyesakkan – hadir namun tak tergapai.
Harapan: Semu, namun tetap ada.
Secercah harapan, walau samar, tetap menjadi lentera dalam gelapnya kenyataan. Lirik “Mungkin saja, suatu saat nanti, kita kan bersama” menggambarkan bahwa asa untuk bersatu masih terukir, meskipun logika berkata lain.
Harapan ini layaknya deburan ombak, datang dan pergi silih berganti. Terkadang pasang, membawa secercah optimisme, namun tak jarang surut, meninggalkan jejak keraguan yang dalam. Meskipun terkesan semu, harapan inilah yang menjadi pijakan untuk terus melangkah, meskipun jalan di depan masih diselimuti kabut ketidakpastian.
Keikhlasan: Pahit, namun membebaskan.
Menerima kenyataan bahwa cinta tak selalu berlabuh di pelabuhan yang sama bukanlah perkara mudah. Diperlukan keikhlasan hati untuk melepaskan, merelakan, dan membiarkan dia yang dicintai menemukan kebahagiaan di tempat lain. Lirik Bukan dengan dia, ku harus terima. Walau hatiku, hanya untuknya menjadi deklarasi penerimaan yang getir namun penuh kekuatan.
Keikhlasan ini ibarat melepaskan layang-layang yang telah lama digenggam. Rasa sakit kehilangan tak terelakkan, namun di saat yang sama, terbersit kelegaan karena telah membebaskan diri dari belenggu harapan semu. Keikhlasan membuka jalan menuju babak baru, di mana hati siap menerima cinta yang baru, yang mungkin telah menanti di tikungan tak terduga.
Penerimaan: Sulit, namun mendewasakan.
Melangkah keluar dari labirin cinta yang tak berbalas menuntut kekuatan hati untuk menerima kenyataan. Lirik “Ku lepaskan dia, walau air mata, terus mengalir deras” melukiskan dengan gamblang perjuangan batin dalam merelakan.
Penerimaan bukanlah tanda kelemahan, melainkan sebuah proses pendewasaan diri. Melepaskan bukan berarti melupakan, melainkan belajar untuk hidup berdampingan dengan kenangan, sembari membuka hati untuk kemungkinan-kemungkinan baru yang lebih cerah.
Kehilangan: Menyayat, namun tak terelakkan.
Dalam pusaran rasa, lagu “Bukan dengan Dia” dengan apik menggambarkan kehilangan sebagai bagian tak terpisahkan dari cinta. Lirik “Separuh jiwaku hilang bersamanya, saat dia memilih jalan yang berbeda” dengan gamblang melukiskan kekosongan yang menganga, meninggalkan luka yang menganga.
Kehilangan mengajarkan bahwa melepas tak selalu berarti melupakan. Kenangan, bagai kepingan puzzle yang berserak, tetap hidup dalam ruang ingatan, mengingatkan akan apa yang pernah ada, namun tak akan pernah kembali utuh.
Kenangan: Manis, namun menyakitkan.
Masa lalu adalah lautan yang tak bertepi. Terkadang tenang, mengajak bernostalgia dalam dekapan memori indah. Namun, tak jarang pula gelombang kenangan datang menerjang, membawa serta kepingan-kepingan masa lalu yang manis sekaligus menyakitkan. “Lirik Lagu Bukan dengan Dia” menggambarkan hal ini dengan sangat baik. Bayangkan, peti harta karun kenangan itu terbuka. Tawa, kebersamaan, dan janji-janji manis terputar layaknya kaset usang, meninggalkan jejak hangat namun menggoreskan luka karena kini semuanya tinggal cerita.
Seperti keping puzzle yang hilang, kenangan masa lalu tak bisa disangkal keberadaannya. Ia adalah bagian dari diri sang aku lirik, membentuk jati dirinya hari ini. Manisnya kenangan menjadi pengingat akan indahnya cinta yang pernah hadir, sementara rasa sakitnya menjadi cambuk untuk terus melangkah, meniti jalan baru menuju masa depan yang lebih cerah.
Waktu: Penyembuh, namun tak terhentikan.
Dalam alunan melodi “Bukan dengan Dia”, waktu hadir bukan hanya sebagai dimensi, melainkan juga sebagai entitas yang menyembuhkan. Liriknya dengan puitis menggambarkan perjalanan sang aku lirik dalam melepaskan dan berdamai dengan kenyataan.
Seperti sungai yang terus mengalir, waktu tak pernah berhenti untuk siapapun. Ia merangkul kepedihan, mengobati luka, dan perlahan menghapus jejak lara. Meskipun prosesnya tak instan, waktu tetap menjadi penawar terbaik bagi hati yang terluka, mengajarkan arti keikhlasan dan penerimaan dalam bingkai kehidupan yang terus berputar.