Ligaponsel.com – Gegara Meredanya Inflasi, Otot Dolar AS Letoy
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus menguat dalam beberapa waktu terakhir. Pelemahan dolar AS ini terjadi karena meredanya inflasi di Amerika Serikat.
Inflasi di Amerika Serikat pada bulan Oktober 2022 tercatat sebesar 7,7%, lebih rendah dari bulan sebelumnya yang mencapai 8,2%. Penurunan inflasi ini membuat ekspektasi pasar terhadap kenaikan suku bunga acuan The Fed menjadi lebih moderat.
Ekspektasi kenaikan suku bunga yang lebih moderat membuat permintaan terhadap dolar AS berkurang. Hal ini menyebabkan pelemahan dolar AS terhadap mata uang lainnya, termasuk rupiah.
Pelemahan dolar AS ini tentu saja menjadi kabar baik bagi Indonesia. Sebab, pelemahan dolar AS akan membuat impor menjadi lebih murah. Selain itu, pelemahan dolar AS juga akan membuat investasi asing lebih menarik.
Namun, perlu dicatat bahwa pelemahan dolar AS ini juga dapat berdampak negatif terhadap ekspor Indonesia. Sebab, pelemahan dolar AS akan membuat ekspor Indonesia menjadi lebih mahal.
Oleh karena itu, pemerintah perlu mewaspadai dampak dari pelemahan dolar AS ini dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk meminimalisir dampak negatifnya.
Gegara Meredanya Inflasi, Otot Dolar AS Letoy
Rupiah menguat, dolar AS lemah gegara inflasi reda.
Enam aspek penting terkait topik ini:
- Inflasi turun
- Suku bunga naik
- Dolar AS melemah
- Rupiah menguat
- Impor murah
- Ekspor mahal
Penurunan inflasi membuat ekspektasi kenaikan suku bunga The Fed menjadi lebih moderat. Hal ini menyebabkan permintaan terhadap dolar AS berkurang, sehingga dolar AS melemah dan rupiah menguat.
Pelemahan dolar AS berdampak positif pada impor karena menjadi lebih murah. Namun, pelemahan dolar AS juga berdampak negatif pada ekspor karena menjadi lebih mahal.
Pemerintah perlu mewaspadai dampak dari pelemahan dolar AS ini dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk meminimalisir dampak negatifnya.
Inflasi turun
Harga-harga lagi adem ayem nih, gengs! Inflasi lagi turun, bikin dompet kita nggak jebol. Ini artinya, uang kita jadi lebih berharga.
Pemerintah pada senang dong, karena inflasi yang terkendali bikin ekonomi jadi lebih stabil. Tapi, ada juga yang kena getahnya, yaitu Dolar AS.
Suku bunga naik
Nah, ini dia yang bikin Dolar AS loyo. Bank sentral Amerika, The Fed, lagi rajin naikin suku bunga buat ngendalikan inflasi.
Pas suku bunga naik, orang-orang jadi lebih tertarik buat nabung duitnya di bank. Akibatnya, permintaan terhadap dolar AS menurun, dan nilainya pun ikut turun.
Dolar AS melemah
Nah, gara-gara inflasi yang mulai adem, otot Dolar AS jadi letoy. Orang-orang nggak terlalu minat lagi buat beli Dolar AS, karena suku bunga naik. Mereka lebih milih nabung duitnya di bank, yang kasih bunga lebih gede.
Makanya, permintaan terhadap Dolar AS menurun, dan nilainya pun ikut turun. Ini kabar baik buat kita, karena impor jadi lebih murah. Tapi, buat yang suka ekspor, ini bisa jadi kabar buruk, karena ekspor jadi lebih mahal.
Rupiah menguat
Siapa yang nggak seneng kalau rupiah lagi perkasa? Gara-gara inflasi yang lagi adem, dolar AS jadi loyo, rupiah pun ikut kegirangan.
Dengan rupiah yang kuat, kita bisa jajan barang-barang impor sepuasnya tanpa bikin kantong jebol. Tapi, buat yang suka jalan-jalan ke luar negeri, ini bisa jadi kabar buruk, karena biaya liburan jadi lebih mahal.
Impor murah
Dengan dolar AS yang lagi loyo, kita bisa pesta impor sepuasnya! Barang-barang dari luar negeri jadi lebih murah, gengs.
Misalnya nih, kamu lagi ngidam iPhone terbaru. Dulu pas dolar AS masih gagah, kamu harus ngeluarin duit Rp 15 juta. Tapi sekarang, karena dolar AS lagi letoy, kamu cukup bayar Rp 13 juta aja. Lumayan banget kan, bisa buat beli boba setahun.
Ekspor mahal
Sayangnya, nggak semua orang bisa senang dengan dolar AS yang lagi loyo. Buat para eksportir, ini bisa jadi kabar buruk, karena ekspor jadi lebih mahal.
Kenapa bisa gitu? Soalnya, eksportir biasanya menjual barangnya ke luar negeri dengan harga yang dibayar pakai dolar AS. Nah, kalau dolar AS lagi letoy, artinya nilai tukarnya jadi lebih rendah. Akibatnya, eksportir harus jual barangnya lebih banyak buat dapetin jumlah dolar AS yang sama.