Carlo Acutis: "Influencer Tuhan" & Calon Santo Milenial?

waktu baca 6 menit
Sabtu, 1 Jun 2024 06:42 0 43 Silvy

Carlo Acutis:

Carlo Acutis:

Ligaponsel.com – Carlo Acutis, Remaja Italia yang Dijuluki ‘Influencer Tuhan’ Akan Jadi Santo Milenial Pertama. Frasa ini menggema bukan hanya di koridor gereja, tetapi juga di dunia maya. Acutis, dengan kehidupan yang singkat namun penuh inspirasi, telah menangkap imajinasi banyak orang, menjadikannya simbol kesucian yang relevan di era digital ini.

Lahir pada tahun 1991, Carlo Acutis bukanlah remaja biasa. Di balik layar komputernya, ia bukan hanya bermain game atau berselancar di dunia maya seperti remaja seusianya. Ia justru menggunakan teknologi untuk menyebarkan pesan-pesan iman Katolik, mendokumentasikan mukjizat Ekaristi di seluruh dunia, dan membangun situs web yang didedikasikan untuk membagikannya. “Semua orang dilahirkan sebagai aslinya, kebanyakan orang meninggal sebagai fotokopi,” begitu salah satu kutipannya yang terkenal, mencerminkan semangatnya untuk menjalani hidup yang autentik dan penuh makna.

Kehidupan Acutis, yang sayangnya harus berakhir di usia muda akibat leukemia, telah menjadi bukti bahwa kesucian dapat dicapai oleh siapa saja, tanpa memandang usia atau latar belakang. Ia dibeatifikasi oleh Gereja Katolik pada tahun 2020, membuka jalan menuju kanonisasi dan gelar “Santo Pelindung Internet”.

Kisah Carlo Acutis bukan hanya sekedar kisah religius, tapi juga refleksi bagaimana teknologi, jika digunakan dengan bijak, dapat menjadi alat yang ampuh untuk kebaikan. Ia adalah ‘Influencer Tuhan’ yang menginspirasi generasi milenial untuk menggunakan dunia digital demi menyebarkan pesan-pesan positif dan mendekatkan diri dengan spiritualitas.

Carlo Acutis, Remaja Italia yang Dijuluki ‘Influencer Tuhan’ Akan Jadi Santo Milenial Pertama

Menyelami lebih dalam kisah hidup Carlo Acutis, yuk kita intip 7 sisi menarik di balik julukan “Influencer Tuhan”:

  • Keahlian Teknologi: Jenius komputer sejak dini.
  • Kehidupan Spiritual: Ekaristi pusat imannya.
  • Mukjizat Ekaristi: Didokumentasikan secara online.
  • Semangat Evangelisasi: Menginspirasi kaum muda.
  • Kedermawanan: Membantu mereka yang membutuhkan.
  • Beatifikasi: Langkah menuju kesucian.
  • Teladan Milenial: Beriman di era digital.

Seperti kepingan puzzle, ketujuh aspek ini membentuk gambaran utuh tentang siapa Carlo Acutis sebenarnya. Keahliannya di bidang teknologi, berpadu dengan kecintaannya pada Ekaristi, ia menjelma menjadi “Influencer Tuhan” yang menginspirasi banyak orang. Kisahnya mengajarkan kita bahwa kesucian bukanlah hal yang kuno, bahkan dapat dicapai melalui cara-cara yang relevan dengan zaman sekarang.

Keahlian Teknologi

Siapa sangka, di balik senyuman remaja biasa tersimpan bakat luar biasa di bidang teknologi. Sejak usia belia, Carlo Acutis sudah akrab dengan dunia komputer. Kemampuannya memprogram layaknya seorang profesional, jauh melampaui anak-anak seusianya. Kegemarannya ini bukan sekadar hobi, melainkan alat untuk mengabdi dan mendekatkan diri pada Tuhan.

Bayangkan, di usianya yang masih sangat muda, ia mampu membangun situs web dan mengolah konten digital dengan sangat baik. Sebuah prestasi yang bahkan banyak orang dewasa kesulitan melakukannya. Keahlian teknologinya inilah yang kemudian menjadi jembatan baginya untuk menyebarkan pesan-pesan iman dan menginspirasi banyak orang di seluruh dunia.

Kehidupan Spiritual

Di balik keahliannya di dunia digital, tersimpan iman yang begitu dalam pada diri Carlo Acutis. Ekaristi bukanlah sekadar ritual bagi dirinya, melainkan sumber dan pusat imannya. Sejak kecil, ia selalu bersemangat menghadiri Misa, mengikuti perayaan Ekaristi dengan khidmat. Baginya, Ekaristi adalah “jalan pintas menuju surga”, sebuah kesempatan untuk bersatu dengan Tuhan secara nyata.

Dedikasi Acutis pada Ekaristi tak hanya terbatas pada kehadiran fisik di gereja. Ia kerap menghabiskan waktu berdoa di hadapan Sakramen Mahakudus, menyelami misteri iman dengan caranya sendiri. Kedekatannya dengan Ekaristi inilah yang kemudian mendorongnya untuk mendokumentasikan mukjizat-mukjizat Ekaristi di seluruh dunia, sebuah proyek digital yang menjadi salah satu warisan terbesarnya.

Mukjizat Ekaristi

Bayangkan sebuah peta digital, bukan berisi rute perjalanan, melainkan titik-titik lokasi terjadinya Mukjizat Ekaristi di seluruh dunia! Ya, itulah buah karya Carlo Acutis yang menggabungkan kecintaannya pada Ekaristi dan keahlian teknologinya. Dengan tekun, ia mengumpulkan informasi dari berbagai sumber, memverifikasi kebenarannya, lalu menampilkannya dalam format website yang mudah diakses siapa saja.

Tak hanya sekedar daftar lokasi, situs web karya Acutis juga menyajikan kisah lengkap di balik setiap mukjizat, lengkap dengan gambar dan kesaksian. Sebuah upaya luar biasa yang membuka mata dunia akan kehadiran nyata Tuhan dalam Ekaristi. Berkat ‘peta mukjizat’ ini, semakin banyak orang yang mengenal, mempelajari, dan semakin mendalami misteri iman Katolik yang satu ini. Sungguh sebuah karya besar yang lahir dari seorang remaja biasa dengan iman luar biasa!

Semangat Evangelisasi

Carlo Acutis, sang “Influencer Tuhan”, mengajarkan satu hal penting: evangelisasi bukan hanya tugas para pastor dan suster, melainkan panggilan bagi setiap umat Katolik, termasuk kaum muda. Acutis memanfaatkan keahliannya di bidang teknologi, sesuatu yang dekat dengan dunia milenial, untuk menyebarkan pesan-pesan injil dengan cara yang kreatif dan menarik.

Bayangkan, alih-alih khotbah panjang, ia menggunakan situs web dan media sosial untuk berbagi tentang iman, tentang Ekaristi, tentang tokoh-tokoh kudus, dengan bahasa yang mudah dipahami dan disertai visualisasi yang menarik. Ia menunjukkan bahwa berbicara tentang Tuhan bisa dilakukan dengan cara yang gaul, asyik, dan relevan dengan kehidupan sehari-hari.

Kedermawanan

Di balik layar komputer dan kecintaannya pada Ekaristi, terpancar jiwa sosial Carlo Acutis yang begitu besar. Kesenangannya menolong sesama, terutama mereka yang membutuhkan, bukanlah rahasia. Ia tak segan berbagi waktu, tenaga, bahkan uang jajannya untuk meringankan beban orang lain.

Seperti kisah mengharukan saat ia rela mengorbankan uang tabungannya untuk membelikan kantong tidur bagi seorang tunawisma. Atau, saat ia dengan semangat menjadi sukarelawan di dapur umum, menyiapkan makanan bagi para fakir miskin. Tindakan nyata ini menunjukkan bahwa iman bukan hanya tentang ritual dan doa, melainkan juga tentang mencintai sesama secara nyata. Carlo Acutis, sang “Influencer Tuhan”, mengajarkan kita arti hidup yang sebenarnya: mengabdi pada Tuhan dan berbagi kasih dengan sesama.

Beatifikasi

Oktober 2020, Basilika Santo Fransiskus Assisi, Italia, menjadi saksi bisu sebuah peristiwa bersejarah. Carlo Acutis, remaja biasa yang mencintai Ekaristi dan teknologi, dinyatakan sebagai “Beato” oleh Gereja Katolik. Gelar ini merupakan pengakuan atas hidupnya yang penuh teladan dan langkah awal menuju gelar yang lebih tinggi: Santo atau Santa.

Beatifikasi ini bukanlah sekedar seremoni keagamaan, melainkan sebuah pesan kuat bagi dunia, terutama bagi generasi milenial. Bahwa kesucian bukanlah monopoli para pendeta atau tokoh agama saja, melainkan dapat dicapai oleh siapapun, termasuk seorang remaja yang gemar bermain video game dan berselancar di dunia maya. Carlo Acutis telah membuktikan, bahkan di era digital yang penuh godaan, seseorang tetap bisa hidup kudus, mencintai Tuhan, dan menginspirasi banyak orang.

Teladan Milenial

Kehadiran Carlo Acutis bagaikan oasis segar di tengah gurun kering spiritualitas generasi milenial. Di era digital yang serba instan dan penuh godaan duniawi, sosoknya bagai mengingatkan bahwa iman bukanlah sesuatu yang ketinggalan zaman. Ia justru membuktikan bahwa teknologi, yang sering dianggap menjauhkan dari spiritualitas, justru bisa menjadi alat yang ampuh untuk mendekatkan diri pada Tuhan dan menginspirasi banyak orang.

Bayangkan, di tengah gempuran konten digital yang bersifat konsumtif dan kadang bernilai semu, muncul seorang remaja yang “nongkrong” di dunia maya untuk menyebarkan pesan-pesan positif, tentang kasih, tentang kebaikan, tentang Tuhan. Ia tak segan “berdakwah” dengan caranya sendiri, menggunakan bahasa yang mudah dicerna generasi milenial. Seakan berkata, “Hei, Tuhan itu keren, kok! Beriman itu asyik!”.