Terungkap! Sopir Bus Maut Subang Ternyata Bukan Karyawan Tetap PO

waktu baca 3 menit
Kamis, 16 Mei 2024 19:08 0 8 Bryanka

Terungkap! Sopir Bus Maut Subang Ternyata Bukan Karyawan Tetap PO


Ligaponsel.com – Polisi: Sopir Bus Kecelakaan Maut Subang Bukan Karyawan PO, tapi Freelance

Kecelakaan maut kembali terjadi di Indonesia. Kali ini, sebuah bus mengalami kecelakaan di Subang, Jawa Barat, pada Rabu (10/2/2023).

Sopir bus tersebut diketahui bukanlah karyawan tetap perusahaan otobus (PO), melainkan seorang pekerja lepas atau freelance.

Hal ini disampaikan oleh Kepala Satuan Lalu Lintas Polres Subang, AKP Rendy Setia Permana.

“Sopir bus tersebut bukan karyawan tetap PO, tapi freelance,” kata Rendy, seperti dikutip dari Kompas.com, Kamis (11/2/2023).

Rendy menjelaskan, sopir tersebut baru bekerja selama dua minggu di PO tersebut.

“Sopir baru bekerja dua minggu di PO tersebut,” ucap Rendy.

Kecelakaan maut di Subang tersebut mengakibatkan 23 orang meninggal dunia dan puluhan lainnya mengalami luka-luka.

Polisi masih menyelidiki penyebab pasti kecelakaan tersebut.

Polisi

Lima aspek penting terkait berita ini:

  • Sopir bukan karyawan tetap PO
  • Sopir baru kerja dua minggu
  • Kecelakaan mengakibatkan 23 korban jiwa
  • Polisi masih selidiki penyebab kecelakaan
  • Sopir freelance jadi sorotan

Aspek-aspek ini penting karena memberikan gambaran lengkap tentang peristiwa kecelakaan maut di Subang. Status sopir sebagai pekerja lepas menjadi sorotan karena menimbulkan pertanyaan tentang standar perekrutan dan pelatihan di perusahaan otobus.

Kasus ini juga menjadi pengingat akan pentingnya keselamatan lalu lintas. Seluruh pihak, baik pengemudi, perusahaan otobus, maupun pemerintah, harus bekerja sama untuk memastikan keselamatan penumpang dan pengguna jalan lainnya.

Sopir bukan karyawan tetap PO

Sopir bus yang mengalami kecelakaan maut di Subang ternyata bukan karyawan tetap perusahaan otobus (PO). Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang standar perekrutan dan pelatihan di perusahaan otobus.

Sopir lepas atau freelance biasanya tidak mendapatkan pelatihan yang sama dengan karyawan tetap. Mereka juga tidak memiliki jaminan kesehatan dan kesejahteraan seperti karyawan tetap.

Kasus ini menjadi sorotan karena menunjukkan celah dalam sistem perekrutan dan pelatihan di perusahaan otobus. Hal ini juga menjadi pengingat akan pentingnya keselamatan penumpang dan pengguna jalan lainnya.

Sopir baru kerja dua minggu

Sopir bus yang mengalami kecelakaan maut di Subang ternyata baru bekerja selama dua minggu di perusahaan otobus (PO) tersebut. Hal ini menjadi sorotan karena menunjukkan kurangnya pengalaman dan pelatihan yang dimiliki oleh sopir tersebut.

Pengemudi yang berpengalaman lebih mungkin untuk mengantisipasi dan menghindari bahaya di jalan. Mereka juga lebih terbiasa dengan kendaraan yang mereka kendarai.

Kasus ini menjadi pengingat akan pentingnya memberikan pelatihan yang memadai kepada pengemudi, terutama bagi mereka yang baru bekerja di sebuah perusahaan otobus.

Kecelakaan mengakibatkan 23 korban jiwa

Kecelakaan bus maut di Subang, Jawa Barat, pada Rabu (10/2/2023) mengakibatkan 23 korban jiwa. Korban kebanyakan adalah penumpang bus yang berasal dari berbagai daerah.

Kecelakaan ini menjadi sorotan karena jumlah korban jiwa yang banyak. Hal ini juga menjadi pengingat akan pentingnya keselamatan lalu lintas.

Penyebab pasti kecelakaan masih diselidiki oleh polisi. Namun, diduga kecelakaan terjadi karena kelalaian pengemudi bus.

Polisi masih selidiki penyebab kecelakaan


Kecelakaan maut terjadi di Subang, Jawa Barat, pada Rabu (10/2/2023). Sebuah bus mengalami kecelakaan, mengakibatkan 23 orang meninggal dunia dan puluhan lainnya luka-luka. Sopir bus diketahui bukan karyawan tetap perusahaan otobus (PO), melainkan seorang pekerja lepas atau freelance. Polisi masih selidiki penyebab pasti kecelakaan tersebut.

Sopir freelance jadi sorotan

Kecelakaan maut yang melibatkan sebuah bus di Subang, Jawa Barat, menyoroti peran sopir freelance atau lepas dalam dunia transportasi darat.

Sopir freelance menjadi sorotan karena statusnya yang tidak terikat dengan perusahaan otobus (PO) secara tetap. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang standar perekrutan dan pelatihan yang diterapkan oleh PO.